NUSAN.ID – Ribuan mahasiswa bersama masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Lampung Melawan memadati halaman Gedung DPRD Provinsi Lampung, Senin (1/9/2025). Suara orasi yang sejak pagi menggema di pusat kota akhirnya berubah menjadi dialog terbuka antara rakyat dan pemimpinnya.
Wakil Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Lampung, Sugiarto, yang turut hadir memantau jalannya aksi, menilai momentum ini sebagai pembuktian bahwa aspirasi rakyat bisa disampaikan tanpa harus berakhir ricuh.
“Jumlah massa diperkirakan jutaan orang, namun aksi ini betul-betul damai, aman, dan kondusif. Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal bahkan turun langsung, duduk bersila di tengah massa, sejajar dengan mahasiswa,” ujarnya.
Tidak hanya gubernur, Ketua DPRD Ahmad Giri Akbar, Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika, dan Pangdam XXI/Radin Inten II Mayjen Kristomei Sianturi juga memilih hadir langsung di lapangan, mendengarkan suara rakyat tanpa jarak. Wakil Ketua DPRD Naldi Rinara bersama anggota DPRD Lesty Putri Utami (PDIP) dan Diah Dharmayanti (PAN) ikut meramaikan barisan dialog rakyat tersebut.
Dari mimbar aksi, suara lantang Ketua BEM Universitas Lampung, Muhammad Ammar Fauzan, menjadi sorotan. Ia membacakan tuntutan yang menyentuh hajat hidup masyarakat: desakan pengesahan UU Perampasan Aset, penolakan efisiensi di sektor pendidikan dan kesehatan, hingga persoalan lahan perkebunan.
“Pendidikan dan kesehatan bukan barang yang bisa dikorbankan. Itu hak rakyat. Pemerintah harus berani berubah,” tegas Ammar disambut tepuk tangan ribuan peserta aksi.
Momen yang dinanti datang ketika Gubernur Rahmat Mirzani Djausal berbicara.
“Saya bangga pada kalian semua. Terima kasih karena menyampaikan aspirasi dengan cara damai. Lampung hari ini menunjukkan wajah demokrasi yang matang,” ucapnya.
Ketua DPRD Ahmad Giri Akbar pun menegaskan, tuntutan mahasiswa dan masyarakat tidak akan berhenti di lapangan. “Kami siap menjadi jembatan rakyat. Aspirasi ini akan kami kawal hingga ke pusat,” katanya.
Aksi damai yang berlangsung hingga sore hari itu akhirnya bubar dengan tertib. Tak ada gas air mata, tak ada bentrokan. Yang tersisa hanyalah semangat kebersamaan bahwa mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah bisa duduk setara demi Lampung yang lebih baik.(TIM/RED)