NUSAN.ID, MAKASSAR – Pernyataan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Hendri Tobing, SH. MH. Dalam rapat 17 Juli 2024, yang menyebutkan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto menyurat agar dilakukan penundaan eksekusi atas objek sengketa di jalan Daeng Tompo No.25 (baru 27), disesalkan Tresje Ticoalu.
“Semua dasar yang mereka pakai adalah tidak terkait objek sengketa,” ujarnya. Dengan demikian boleh kami curigai sebagai upaya melakukan perbuatan melawan hukum, terutama perintah Mahkamah Agung (MA) agar semua pihak mematuhi putusan akhir dan segera mengosongkan objek sengketa serta mengembalikan kepada pemilik yang sah.
Surat Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) sejak beberapa tahun lalu, bersama Komnas Perempua melalui imbauannya telah meminta agar semua pihak menghormati putusan hukum, namun Wali Kota Makassar, tetap menjadi alasan penundaan sampai dua kali sejak 2022 sampai 2024. “Kami berharap pak Wali sadar hukum, jangan bertindak sewenang-wenang, ” ujar Tresje Ticoalu, pemohon eksekusi yang sejak 2005 memperjuangkan warisan mereka yang dulunya dipinjam pakai oleh pemerintah kota usai Kemerdekaan RI tahun 1945.
“Warisan kami itu sudah Sertifikat Hak Milik (SHM) dan telah mendapatkan putusan hukum tetap Mahkamah Agung (MA), 12 putusan sidang kami menangkan,” ujar Tresje, sembari mempertanyakan apa kepentingan wali kota, pada warisan keluarga mereka.
Penyesalan Elsye Ticoalu adik Tresje Ticoalu, dikarenakan selama proses pemohon eksekusi atas rumah warisan orangtua mereka, pihak PN sedikitpun tidak memperlihatkan adanya indikasi penundaan, bahkan kami sudah penuhi syarat yang mereka ajukan dalam rapat-rapat sebelumnya.
Eksekusi pertama 12 Desember 2022, nomor surat: W22.U.1/6947/HK.02/12/2022. Sehari sebelumnya Wali Kota Makassar, mengirim surat minta penundaan. “Dan yang kedua pada Kamis 18 Juli 2024, nomor surat 3012/PAN.PN/W22.U1/HK.2.4/VI/2024, ditandatangani An. Ketua Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Panitera Sekretaris (Pansek), Sapta Putra, SH, juga wali kota batalkan,” ujarnya.
Rapat yang memutuskan kembali menunda eksekusi, dipimpin Hendri Tobing, SH. MH. Ketua PN Makassar, sebelumnya menjabat Wakil Ketua PN Makassar, pada saat penundaan eksekusi pertama Desember 2022, dengan alasan masih perlu dipelajari. “Hari ini kami akan segera ke Jakarta, melaporkan adanya unsur niat menguasai rumah warisan kami ke KPK,” ujar Elsye.
Rapat yang dihadiri Sapta Putra, SH. Selaku Pansek, Ruslan, SH. (Juru Sita), Arfan Halim Banna, SH. dan Marleny The Charlie (wakil keluarga Tresje Ticoalu). “Saya sangat menyayangkan penundaan berulang, hanya dengan alasan adanya surat dari Wali Kota Makassar,” ujar Marleny, sembari mempertanyakan apakah kewenangan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto lebih besar dari pengadilan.
Tresje mengatakan “Kami telah menerima putusan berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung,” ujarnya. Sembari menyebutkan putusan perkara nomor:22/G.TUN/2005/P.TUN Mks Jo. Nomor:04/B.TUN/2006/PT. TUN Mks Jo. Nomor: 459 K/TUN/2006. Disusul putusan perkara nomor: 232/Pdt.G/2013/PN.Mks. Jo. Nomor:273/PDT/2014/PT. Mks. Jo. Nomor: 3549 K/PDT/2015 Jo. Nomor: 973/PK/Pdt./2020.
Sejak April 2005, upaya hukum sudah mereka jalani, dan 12 putusan persidangan mereka menangkan. “Jadi kami sangat heran atas penundaan ini, ada apa?,” ujarnya, mempertanyakan sikap PN Makassar, juga protes pada kelancangan wali kota, yang terkesan mengitervensi proses hukum. Atau ada mafia hukum yang ikut bermain, karena ada ratusan massa dan 200 Satpol PP.
Adapun Elsye menegaskan “Bantahan terhadap eksekusi yang akan dilaksanakan PN Makassar, telah dikeluarkan putusan yang menguatkan,” ujarnya. Melalui putusan perkara nomor: 232/Pdt.G/2013/PN.Mks. Jo. Nomor:273/PDT/2014/PT. Mks. Jo serta Nomor: 3549 K/PDT/2015 Jo. Nomor: 973/PK/Pdt./2020, yakni; Putusan perkara nomor 495/Pdt-Bth/2022/P.N. Mk j.o. 68/Pdt/PT.Makassar/2023, dan Putusan perkara nomor: 500/Pdt-Bth/2022/P.N. Mk j.o. 39/Pdt/PT. Makassar/2024.(*)