NUSAN.ID – Kontraktor di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kini menghadapi situasi pelik. Proyek-proyek yang telah rampung dikerjakan pada tahun 2023 dan 2024 tak kunjung dibS1vayar oleh Pemerintah Daerah Bw OKI. Kondisi ini menciptakan keresahan dan ketidakpastian di kalangan pengusaha konstruksi.
Seorang kontraktor yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya, “Kami sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Proyek tahun 2024 belum ada kejelasan pembayaran, bahkan ada yang proyek tahun 2023 juga belum dibayar. Padahal semua pekerjaan sudah sesuai prosedur,” ujarnya dengan nada frustrasi, Sabtu, 13 September 2025.
Keterlambatan pembayaran ini berdampak besar pada kelangsungan bisnis para kontraktor. Banyak yang kesulitan keuangan, bahkan terancam bangkrut karena tak mampu membayar tagihan ke pemasok dan pekerja. Situasi ini diperparah dengan kondisi ekonomi tak stabil.
Para kontraktor berharap Pemerintah Daerah Kabupaten OKI segera bertindak menyelesaikan masalah ini. Mereka menuntut hak-hak mereka sebagai pengusaha dipenuhi, agar dapat terus berkontribusi pada pembangunan daerah.
“Kami sangat memohon agar masalah ini segera ditangani. Tolong, Pak Bupati Muchendi, segera cairkan pembayaran pekerjaan kami,” pinta kontraktor lain dengan nada memelas. Mereka berharap suara mereka didengar oleh para pengambil kebijakan.
Keterlambatan pembayaran proyek ini dapat merusak iklim investasi di Kabupaten OKI. Investor akan ragu menanamkan modal jika masalah pembayaran proyek tak kunjung tuntas. Hal ini dapat menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Advokat H. Alfan Sari, S.H., M.H., M.M.: Pemerintah Daerah Berpotensi Melanggar Undang-Undang
Menanggapi masalah ini, Advokat H. Alfan Sari, S.H., M.H., M.M., menjelaskan bahwa keterlambatan pembayaran proyek yang telah diselesaikan kontraktor berpotensi melanggar ketentuan hukum. “Dalam perjanjian atau kontrak kerja antara kontraktor dan pemerintah daerah, biasanya diatur mengenai jangka waktu pembayaran. Jika pemerintah daerah terlambat membayar, ini bisa dikategorikan sebagai wanprestasi atau cidera janji,” ujarnya.
Advokat Alfan Sari menambahkan, “Tindakan pemerintah daerah yang tidak membayar sesuai perjanjian dapat melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, khususnya Pasal 88 yang mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak konstruksi. Kontraktor berhak mendapatkan pembayaran sesuai dengan nilai pekerjaan yang telah disepakati.”
Lebih lanjut, Advokat Alfan Sari menjelaskan bahwa kontraktor dapat menggugat pemerintah daerah atas dasar wanprestasi. “Kontraktor berhak menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat keterlambatan pembayaran. Selain itu, mereka juga berhak menuntut pembayaran bunga atas keterlambatan tersebut, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,” tegasnya.
Pemerintah Daerah Kabupaten OKI diharapkan segera memberikan penjelasan terkait keterlambatan pembayaran ini, serta memberikan kepastian kapan pembayaran akan dilakukan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah sangat penting untuk menjaga kepercayaan pelaku usaha dan masyarakat, serta menghindari masalah hukum di kemudian hari. (Tim PPWI/Red)