NUSAN.ID – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh Kepala SMP Negeri 1 Indralaya, Dra. Herlina, M.Si., semakin mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Ogan Ilir. Ironisnya, praktik yang telah berlangsung selama hampir tiga tahun ini seolah mengabaikan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Surat Edaran Bupati Ogan Ilir yang secara tegas melarang pungutan tidak resmi.
Modusnya tetap sama: penyediaan seragam dan atribut sekolah dengan harga yang tidak transparan dan cenderung “digelembungkan”. Seorang wali murid yang ditemui di depan SMPN 1 Indralaya pada Senin, 26 Mei 2025, mengungkapkan kekesalannya, “Saya sudah bayar, tapi tidak ada kuitansi atau rinciannya. Waktu saya coba video, malah dimarahi guru. Mereka bilang tidak takut dilaporkan, seolah kebal hukum.”
Hasil investigasi di lapangan menunjukkan bahwa setiap siswa ditarik biaya sekitar Rp 2,4 juta. Siswi bahkan dibebani biaya tambahan untuk jilbab dan perlengkapan lainnya.
Padahal, Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Ogan Ilir Nomor 420/880/Sekr/Dikbud.OI/2025, yang merujuk pada Permendikbudristek RI Nomor 50 Tahun 2022, sudah jelas mengatur bahwa pengadaan seragam adalah tanggung jawab wali murid. Sekolah dilarang mengoordinasi apalagi memaksa pembelian. Lebih tegas lagi, Surat Edaran Bupati Ogan Ilir Nomor 420/1001/Skr/D/Kab-OI/2025 melarang segala bentuk pungli dalam penerimaan siswa baru.
“Ini jelas pembangkangan terhadap aturan yang dibuat oleh pemerintah daerah,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya. “Kepala sekolah seharusnya menjadi contoh, bukan malah melanggar aturan.”
Hingga saat ini, Dra. Herlina, M.Si., belum memberikan keterangan apa pun terkait tudingan ini. Masyarakat Ogan Ilir menuntut tindakan tegas dari pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi yang setimpal jika terbukti bersalah. Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dalam memberantas praktik pungli di dunia pendidikan. (Tim Abs/Red)