NUSAN.ID – Oknum Kepala Desa Mekar Jaya, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), menjadi sorotan masyarakat setempat akibat dugaan praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Kecurigaan masyarakat terhadap kinerja Kepala Desa Mekar Jaya semakin menguat setelah adanya laporan terkait ketidaktransparanan dalam pengelolaan anggaran Dana Desa (DD) dan indikasi memperkaya diri sendiri. Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam berbagai program dan kegiatan yang didanai oleh DD.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah penyertaan modal BUM Desa pada tahun 2018 dan 2019 yang masing-masing sebesar Rp 50.000.000. Dana sebesar Rp 100.000.000 yang seharusnya digunakan untuk modal simpan pinjam (Rp 70.000.000) dan modal Brilink (Rp 30.000.000) diduga fiktif. Pasalnya, dari hasil investigasi di lapangan, tidak ditemukan adanya Brilink BUMDes tersebut.
Selain itu, program peningkatan produksi peternakan pada tahun 2022 dan 2023 dengan anggaran masing-masing Rp 158.000.600 dan Rp 164.763.000 juga menuai sorotan. Masyarakat menduga adanya mark-up harga dalam pembelian alat produksi, pengolahan peternakan, dan kandang.
Kejanggalan juga ditemukan dalam bidang pemberdayaan ketahanan pangan, khususnya dalam pembelian kambing. Dalam RAB, harga kambing ditetapkan sebesar Rp 1.600.000, namun fakta di lapangan diduga hanya dibelikan dengan harga Rp 600.000-Rp 800.000. Selain itu, setiap kelompok peternak yang memelihara kambing diwajibkan menyetor satu anak kambing kepada Kades, yang kemudian tidak diketahui keberadaannya. Pembuatan kandang kambing juga diduga tidak sesuai dengan RAB, serta vaksin dan obat-obatan tidak pernah dibagikan, mengindikasikan adanya kegiatan fiktif.
Program bantuan DD tahun 2024 sebesar Rp 25.000.000 untuk bibit/pakan/dst dan penguatan ketahanan pangan tingkat desa sebesar Rp 25.000.000 juga dipertanyakan. Masyarakat tidak menemukan adanya kolam ikan dari program ketahanan pangan tersebut, sehingga diduga fiktif.
Pembelian ambulance produk Wuling pada tahun 2025 dengan nilai Rp 230.000.000 juga disinyalir adanya mark-up anggaran. Ironisnya, dalam pemakaian mobil bantuan tersebut, masyarakat diwajibkan membayar administrasi sebesar Rp 150.000 untuk jemput jenazah dari rumah ke makam dan Rp 250.000 untuk rujukan pasien ke rumah sakit Kayuagung, dengan biaya minyak ditanggung pemakai. Selain itu, setiap warga juga diminta iuran kas awal sebesar Rp 20.000 per KK (850 KK), sehingga terkumpul Rp 17.000.000.
Menanggapi hal ini, Lembaga (PRISMA) M SALIM KOSIM S .IP, meminta kepada Inspektorat Kabupaten OKI dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut dan memeriksa kinerja Kepala Desa Mekar Jaya guna memastikan terkait laporan masyarakat dan hasil investigasi awak media. Jika ditemukan banyak pelanggaran, maka Kades harus diproses sesuai hukum yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001). Penyelewengan dana desa, seperti mark-up dan kegiatan fiktif, termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi karena bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, serta merugikan keuangan negara. (Tim/Red)


















