NUSAN.ID, MADIUN – Sidang sengketa soal siapa yang berhak menggunakan nama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) telah usai dan akhirnya terjawab. Mahkamah Agung RI menolak gugatan kasasi Dr. Ir. Muhammad Taufiq, SH, yang meminta nama Persaudaraan Setia Hati Terate sebagai nama perkumpulan (organisasi) yang dipimpinnya.
Pengurus Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun melalui Biro Humasnya menyampaikan Press Release melalui surat nomor Nomor : 70 /SE/PP-PSHT.Hum.000/V/2021 yang ditanda tangani oleh Biro Humas PSHT Sukriyanto, SH, MH.
Press Release tersebut terkait dengan keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung RI nomor 40K/Pdt.Sus-HKI/2021 yang memenangkan H. Issoebiantoro, SH (Ketua dewan pusat PSHT) dalam sengketa nama dan merek PSHT melawan Dr. Muhammad Taufik, SH, M.Sc, Minggu (23/05/2021).
Sejak tahun 2017, tepatnya pasca Parapatan Luhur 2017 yang diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 2017 di Padepokan Agung Madiun (PAM), konflik di internal Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) semakin tajam. M. Taufik yang diberhentikan sebagai ketua umum dan digantikan oleh Drs. R. Moerdjoko HW, tidak menerima hasil Parapatan Luhur 2017 yang sejatinya dihadiri oleh mayoritas ketua cabang PSHT se-Indonesia sebagai pemilik suara pada parapatan luhur 2017.
Sidang-sidang di Pengadilan dijalani oleh kedua belah pihak, mulai dari pengadilan tingkat pertama sampai terakhir di Mahkamah Agung (MA). Terkait dengan nama dan merek Persaudaraan Setia Hati Terate, M. Taufik menggugat Ketua Dewan Pusat PSHT, H. Issoebiantoro, SH.
Melalui putusan pengadilan nomor 8/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019 PN Niaga Surabaya, bahwa pihak yang berhak menggunakan nama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) adalah H. Issoebiantoro sebagai Ketua Dewan Pusat PSHT. Demikian juga merek terdaftar pada kelas 41 PSHT sebagai merek jasa juga akhirnya dimiliki oleh Issoebiantoro.
Dalam hal ini Issoebiantoro bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai Ketua Dewan Pusat PSHT. Mengapa tidak didaftarkan dengan menggunakan nama Persaudaraan Setia Hati Terate? sebab hingga saat ini PSHT belum didaftarkan sebagai ormas berbadan hukum. Tidak menerima kekalahan pada pengadilan negeri niaga Surabaya, M. Taufik melakukan Kasasi.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam perkara merek, tidak ada pengadilan tingkat banding. Setelah menunggu beberapa lama, Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan putusan kasasi nomor 40K/Pdt.Sus-HKI/2021. Pada tanggal 25 Januari 2021, Hakim Mahkamah Agung akhirnya secara resmi mengeluarkan putusan kasasi yang menolak permohonan M. Taufik untuk menggunakan nama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan merek jasa kelas 41 dengan nama Persaudaraan Setia Hati Terate.
Dengan demikian, jelaslah sudah bahwa secara hukum, melalui pengadilan tertinggi di Republik Indonesia, Mahkamah Agung, yang berhak menggunakan nama Persaudaraan Setia Hati Terate adalah Ketua Dewan Pusat PSHT H. Issoebiantoro, SH.
Selanjutnya melalui mekanisme dan prosedur hukum yang ada Issoebiantoro memberikan Lisensi Merek PSHT dan Setia Hati Terate kepada Ketua Umum Pusat PSHT R. Moerdjoko. Dalam rangka memberikan perlindungan hukum, selanjutnya R. Moerdjoko memberikan mandat dan kuasa penggunaan Merek PSHT dan SHT kepada seluruh cabang PSHT baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Berdasarkan hal diatas, maka pada tingkat cabang (kabupaten/kota), nama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Setia Hati Terate (SH Terate) hanya boleh digunakan oleh pihak-pihak yang mendapatkan persetujuan dari ketua cabang PSHT yang diberi mandat oleh Ketua Umum Pusat PSHT, R. Moerdjoko HW.
Jika ada pihak-pihak yang menggunakan nama dan merek PSHT di Kabupaten/Kota tanpa mendapatkan persetujuan/ijin dari ketua cabang PSHT maka yang bersangkutan dapat dituntut secara hukum. (Rls)
Dilansir: KejarFakta