NUSAN.ID, JAKARTA – Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII) menilai sejumlah pasal dalam draft RUU Penyiaran berpotensi merusak tatanan kebebasan pers di Indonesia.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris Nasional Forum Pers Independent Indonesia, Irfan Denny Pontoh, S.Sos kepada sejumlah awak media jaringan FPII, Senin (20/05/2024).
Menurutnya, salah satu pasal dalam draft RUU Penyiaran yang penting dilakukan kajian komprehensif adalah Pasal 50B ayat (2) huruf c yang menyebutkan, “Selain memuat panduan kelayakan Isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai: …c. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.”
Dikatakan, rumusan norma Pasal 50B ayat (2) huruf c itu bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyebutkan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Tak hanya itu, Pasal 50 B ayat (2) huruf c dalam draft RUU Penyiaran itu juga jelas tegas bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan, “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran.”
“Jurnalisme Investigasi atau laporan investigasi, kata Seknas FPII, adalah merupakan bagian dari karya jurnalistik. ‘Makanya, aneh dan sangat ironis jika dalam draft RUU Penyiaran memuat larangan terhadap penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” tegas Irfan.
Karena itu, Seknas FPII menilai para pihak yang menyusun draft RUU Penyiaran kurang menjiwai ketentuan pasal 28f UUD 1945, Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam penilaian Sekretaris Nasional FPII, Jurnalistik Investigasi atau laporan investigasi adalah sebuah karya jurnalistik, seperti halnya karya jurnalistik lain seperti berita atau straight news, feature news, editorial, kolom termasuk esai,”Menjadi aneh bin ajaib , jurnalisme investigasi sebagai karya jurnalistik, dibuatkan aturan untuk dilarang, ini benar-benar keblinger !!,” Tegas Irfan Denny Pontoh.
Dikatakan, setiap karya jurnalistik dalam impelementasinya berpedoman pada norma dan kaidah sebagaimana yang diatur dalam UU Pers.
“Sebagai contoh, seluruh karya jurnalistik wartawan atau media yang tergabung di FPII, dan merupakan konstituen Dewan Pers Independen, dalam tataran implementasinya tetap berpedoman pada kode etik wartawan independen Indonesia,” jelas Irfan.
“Bagi kami, selama karya jurnalistik tersebut memegang teguh kode etik wartawan independen indonesia, maka tidak boleh ada larangan karya jurnalistik untuk disiarkan atau diterbitkan,” tukasnya.
Untuk itu, Sekretaris Nasional FPII menginstruksikan seluruh jajaran FPII di tingkat Setwil dan Korwil untuk melakukan gerak bersama penolakan terhadap draft RUU Penyiaran tersebut.(*)
Sumber : Presidium FPII