Melihat realitas yang terjadi, Yahudi Israel Zionis, Komunis Ateis, Ultra Liberalis dan sejenisnya sesungguhnya telah terjangkit Islamophobia yang akut dan menular dengan ganas.
Proyek Riset & Dokumentasi Islamofobia Universitas California di Berkeley menyarankan Definisi kerja berikut ini, : Islamophobia adalah ketakutan atau prasangka yang dibuat-buat yang dipicu oleh Struktur Kekuasaan Global Eurosentris dan Orientalis yang ada. Hal ini diarahkan pada ancaman Muslim yang dirasakan atau nyata melalui pemeliharaan dan perluasan kesenjangan yang ada dalam hubungan ekonomi, politik, sosial dan budaya, sambil merasionalisasi perlunya menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mencapai rehabilitasi peradaban terhadap komunitas sasaran (Muslim atau lainnya), disparitas distribusi sumber daya mana yang dipertahankan dan diperluas.
Menimbang falsafah dan mengingat sejarah Indonesia, maka dapat terlihat sesungguhnya anasir perihal masalah tersebut sudah diantisipasi oleh the founding father Indonesia melalui Pembukaan UUD 45.
Perkembangan internasional sekarang ini, Perjuangan Anti Islamophobia adalah “soft war” dalam upaya menghadang penularan sekaligus meredam penyakit Islamophobia ke berbagai pihak, baik individu, keluarga, kelompok, organisasi, negara, maupun antar umat beragama.
Resolusi perihal tersebut secara resmi diperkenalkan oleh Munir Akram, perwakilan Pakistan, didukung front Kerjasama Negara Islam (OKI) di PBB, dalam rangka memperingati hari peristiwa pada tahun 2019 di Christchurch, Selandia Baru, seorang melepaskan tembakan di dalam dua masjid, sehingga 51 orang tewas dan melukai 40 lainnya, termasuk juga mengenai peristiwa Pembakaran Al Qur’an, Perundungan terhadap Wanita berkerudung dan penistaan terhadap Agama Islam.
Kemudian Majelis Umum PBB mencanangkan Hari Internasional untuk memerangi Islamophobia atau
Combating Against Islamophobia, yaitu International Day to Combat Islamophobia, Disahkan dengan suara mayoritas pada 15 Maret tahun 2022, dan Menetapkan Peringatan Hari Anti Islamophobia Internasional setiap tanggal 15 Maret.
Meskipun demikian, 87% Rakyat Indonesia yang Muslim hingga sekarang ini belum dengan gegap gembita menyambut Hari Peringatan Anti Islamophobia tersebut, sedangkan pada awalnya memang Pemerintah Indonesia (Kemenlu dan Kemenag) sangat berperan aktif menggolkan Resolusi tersebut di PBB tersebut, namun untuk tindaklanjut agar Peringatan Hari Anti Islamophobia lebih membumi di Indonesia, nampaknya Pemerintah masih “wait and see” ?.
Menyadari perihal tersebut, bunda Wati Salam Ketua Umum “Aspirasi” beserta “Laskar Kerudung Biru” sangat aktif di ruang Diskusi, lapangan Aksi, Gerilya Melobi dan Mendesak berbagai Pihak, baik NGO maupun Instansi Pemerintah, untuk memahamkan bahwa Peringatan Hari Anti Islamophobia amat strategis, penting bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih nyaman, aman, damai, adil makmur sejahtera, dan maju secara positip.
Oleh karenanya, jelang Undang – undang Anti Islamophobia dirancang dan diusulkan sebagaimana diskursus para Tokoh Islam Nasional, sebaiknya keseriusan Pemerintah mendukung Anti Islamophobia diwujudkan dengan “Penetapan Tanggal 15 Maret – Peringatan Hari Anti Islamophobia sebagai Hari Libur Nasional”. Melihat ini, tentu sepantasnya apabila upaya “Laskar Kerudung Biru – Aspirasi” tersebut didukung oleh 87% Umat Islam Indonesia yang paham dan meyakini bahwa “Islam Rahmatan Lil Alamin”, agar kuat konsisten berdiri terdepan sebagai Pelopor mewujudkan tanggal 15 Maret – Peringatan Hari Anti Islamophobia Internasional adalah Hari Libur Nasional di Indonesia, why not ?..
Sebagai pendukung Resolusi PBB No.145 Tentang Hari Anti Islamophobia Internasional, bisa menjadi pertanyaan besar apabila Indonesia Tidak Menyetujui Libur Nasional Hari Anti Islamophobia tersebut, bahkan bisa saja diterjemahkan menentang apa yg secara resmi sdh disahkan, dicanangkan, digaungkan PBB, yang dikenal dengan Tag: *COMBAT TO ISLAMOPHOBIA*
Disamping itu, dalam sikon Keresahan Nasional menanti antara Kembali ke UUD 45 (Asli) atau dihancurkan Racun Perusak Peradaban (Yahudi Israel Zionis, Komunis Ateis, Ultra Kapitalis), maka dapat dipertimbangkan Gerakan Anti Islamophobia Internasional di Indonesia yang mengiringi perwujudan Pembukaan UUD 45, turut juga berperan lebih aktif membidani kelancaran dan kesuksesan Kembali ke UUD 45 (Asli), sehingga semakin tegas korelasi Anti Islamophobia Internasional dan UUD 45 secara utuh dan original.
Sabtu (18/05/2024).
Oleh : Mustika Sani, SH., MH