NUSAN.ID – Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Ogan Ilir, Fidel Castro, mendapat ancaman pelaporan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dari oknum wartawan media online TP, usai mengungkap dugaan praktik pemerasan berkedok kerja sama dengan sejumlah SMPN di Kabupaten Ogan Ilir.
Ancaman tersebut dilayangkan melalui sambungan telepon tak lama setelah berita mengenai dugaan mark up dana kerja sama oleh oknum wartawan TP tersebut dipublikasikan. Fidel Castro mengungkapkan bahwa oknum wartawan media online TP tersebut terdengar emosi dan tidak terima dengan pemberitaan yang dianggap mencemarkan nama baiknya.
“Setelah berita itu tayang, oknum wartawan TP langsung menelepon saya. Dia sedikit emosi terkait artikel berita tersebut dan mengancam akan menguji dengan UU ITE,” ungkap Fidel Castro.
Meski mendapat ancaman, Fidel Castro mengaku tidak gentar. Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari tugasnya sebagai jurnalis dan Ketua PPWI untuk mengawal dan menjaga integritas dunia jurnalistik.
“Saya tidak takut. Saya hanya menyampaikan fakta berdasarkan informasi yang saya terima dari sumber yang terpercaya. Jika memang ada pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan, silakan gunakan hak jawab sesuai dengan UU Pers,” tegasnya.
Dari Jakarta, Advokat H. Alfan Sari, SH, MH, MM menanggapi, setiap fakta hukum yang disampaikan jurnalis harus dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) dan Standar Perlindungan Profesi Wartawan.
Perlindungan Hukum dalam Menjalankan Profesi: Pasal 8 UU Pers secara tegas menyatakan bahwa wartawan memperoleh perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Perlindungan ini mencakup kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.
Selain adanya hak Imunitas Pers, sudah sepatutnya jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistiknya dilindungi dari segala bentuk kekerasan, penghambatan, intimidasi, penyitaan, atau perampasan alat-alat kerja. Pihak yang secara sengaja menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Jadi, amat disayangkan jika hari ini masih ada intimidasi terhadap jurnalis atau seorang wartawan yang sedang menjalankan tugas profesinya, ditambah adanya sikap apatis APH yang mengetahuinya dan terindikasi adanya “pembiaran”.
Kasus ini menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi oleh jurnalis yang berani mengungkap kebenaran di tengah maraknya praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. (Tim/Red)
Referensi :
Aroma Busuk di Balik MOU Sekolah: Oknum Wartawan Diduga Mark Up Dana Kerjasama


















