NUSAN.ID – Pengangkatan seorang oknum Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Kayuagung, inisial A, menjadi Kepala Bidang (Kabid) TK/SD Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) beberapa pekan lalu menuai sorotan keras. Pasalnya, sosok A sebelumnya diduga terlibat pungutan liar (pungli) terhadap siswa di Kayuagung.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, oknum A saat masih menjabat sebagai Ketua K3S diduga melakukan pungli sebesar Rp1.500 per siswa se-Kecamatan Kayuagung dengan dalih biaya pengadaan aplikasi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) online.
“Aneh tapi nyata. Mau heran, tapi itulah realitas yang terjadi saat ini,” ujar Agung J, Ketua DPC Forum Wartawan Independen Nusantara (For-WIN) OKI, mengkritisi kebijakan pengangkatan A, Senin (8/9/2025).
Agung menilai, kasus dugaan pungli yang sempat mencuat ke publik seharusnya menjadi alarm peringatan bagi Pemerintah Daerah OKI untuk melakukan pembenahan serius di jajaran birokrasi.
“Bukan malah memberikan ruang nyaman bagi oknum yang diduga bermasalah. Jika ini dibiarkan, bisa menjadi catatan buruk bagi pemerintahan yang kini sedang berupaya berbenah,” tegasnya.
Tak hanya menjadi buah bibir masyarakat, kasus dugaan pungli yang menyeret nama A juga sempat dilaporkan ke aparat penegak hukum dan bahkan berujung aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri OKI. Hal ini semakin mempertegas bahwa pengangkatan A ke jabatan strategis di Dinas Pendidikan OKI dianggap kontroversial.
“Apakah itu belum cukup membuktikan kalau oknum tersebut bermasalah?” tambah Agung J.
Dari tingkat nasional, praktisi hukum Syarif Al Dhin ikut menyoroti kasus ini. Menurutnya, pengangkatan pejabat publik yang tersandung dugaan pungli atau masalah integritas jelas berpotensi melanggar prinsip good governance dan clean government.
“Dalam perspektif hukum administrasi negara, setiap pejabat publik yang diangkat haruslah memenuhi syarat integritas, kompetensi, dan bebas dari catatan pelanggaran hukum. Jika tetap diangkat, ini bisa masuk kategori maladministrasi,” jelasnya.
Ia menambahkan, kasus pungli di sektor pendidikan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi jika terbukti memenuhi unsur Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum melakukan pungutan yang tidak sesuai peraturan, bisa dijerat pidana korupsi,” tegasnya.
Publik kini mendesak Pemerintah Kabupaten OKI untuk segera memberikan klarifikasi terkait dasar pengangkatan A menjadi Kabid TK/SD. Banyak kalangan menilai keputusan tersebut tidak hanya mencoreng wajah birokrasi daerah, tetapi juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program reformasi birokrasi yang tengah digalakkan.
“Kalau pemerintah ingin serius membenahi pendidikan, harus dimulai dari pejabatnya. Jangan biarkan yang bermasalah justru dipromosikan,” pungkas Agung J. (TIM/Red)