NUSAN.ID,JAKARTA – Pidato Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menutup rangkaian pidato para ketua umum Partai Politik (ParPol) dalam rangka 50 tahun Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Tampil sebagai Ketua Umum yang paling muda, AHY menekankan tentang perlunya memperkuat daya tahan dan daya saing bangsa untuk mencapai puncak kejayaan bangsa pada tahun 2045, 100 tahun setelah Indonesia merdeka, Jumat (27/08/2021).
Sudut pandang yang diambil AHY ini mengundang komentar Prof Sulfikar Amir dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura. “Sangat-sangat menarik. Mas AHY menyentuh beberapa isu krusial seperti pandemi, kualitas demokrasi yang menurun, efek disrupsi hingga buzzer,” ujar Prof Sulfikar yang lahir dan besar di Makassar melaui keterangan yang diterima SINDOnews, Rabu (25/8/2021).
“Mas AHY sudah benar mengatakan mengenai resiliency (daya tahan), sebagai kapasitas yang harus dimiliki oleh suatu bangsa seperti Indonesia,” sambungnya.
Lebih lanjut, Associate Professor of Science, Technology and Society ini melanjutkan akan menarik jika soal resiliensi ini bisa diperkuat melalui peran-peran institusi karena di sini domainnya Demokrat sebagai partai politik. “Dalam gambar besarnya, resiliensi mencakup bagaimana kita berpolitik, bagaimana demokrasi disusun, bagaimana proses pembuatan kebijakan dilakukan, bagaimana partisipasi publik itu didorong dan lain-lain,” tutur Prof Sulfikar.
Dari Jakarta, Pengamat Politik dari UNJ, Ubedilah Badrun melihat pidato Ketum AHY ini cukup berbeda dengan pidato ketum-ketum parpol lain sebelumnya. “Sebagai partai non pemerintah, wajar jika pidato AHY ini bernada cukup tajam. Kalau tidak kritis, apa bedanya Partai Demokrat dengan partai-partai koalisi pemerintah,” kata Ubedilah.
Secara khusus, salah satu mantan pemimpin gerakan mahasiswa tahun 1998 ini menyoroti bagian pidato AHY yang mempertanyakan mengapa kritik terhadap pemerintah selalu dianggap sebagai lawan.
“Betul kata mas AHY bahwa pada dasarnya kita ingin rakyat selamat. Itulah sebabnya berbagai elemen masyarakat sipil mengkritik dan memberi masukan pada pemerintah. Apalagi kita tahu penanganan COVID-19 kacau balau, demikian pula dengan pemulihan ekonomi yang perlu dikritisi karena ada uang rakyat di situ,” kata Ubedillah. Baca juga: Robert Walter Monginsidi, Namanya Bagaikan Hantu yang Ditakuti Pasukan Belanda
“Dalam pemerintahan yang demokratis, kritik merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jangan dianggap sebagai lawan, apalagi kemudian dihadapi dengan bullying, represi, bahkan diburu seperti penjahat,” tutupnya.(*)
Artikel ini telah terbit di Media SINDONews dengan judul ” Pidato Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menutup rangkaian pidato para ketua umum partai politik “.